
Transcription
Public Disclosure AuthorizedPublic Disclosure AuthorizedPublic Disclosure AuthorizedPublic Disclosure Authorized56348 v1Laporan Ketenagakerjaan di IndonesiaMenuju terciptanya pekerjaan yang lebih baikdan jaminan perlindungan bagi para pekerjaRingkasan Eksekutif
KANTOR BANK DUNIA, JAKARTAGedung Bursa Efek Indonesia Tower II/Lantai12Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53Jakarta 12910Tel: (6221) 5299-3000Faks: (6221) 5299-3111Situs web: www.worldbank.org/idBANK DUNIA1818 H Street N.W.Washington, D.C. 20433, U.S.A.Tel: (202) 458-1876Fax: (202) 522-1557/1560Situs web: www.worldbank.orgDicetak Juni 2010Desain sampul dan buku: Hasbi Aisuke ([email protected])Foto sampul dan bab oleh: Copyright JiwaFoto Agency di halaman 73, 131, dan 173 (Sinartus Sosrodjojo), halaman 43 dan 117(Josh Estey), halaman 143 (Roy Rubianto), dan halaman 101 (Toto Santiko Budi). Foto di halaman 27 dan 55 oleh Josh Estey, dan telahdiizinkan untuk digunakan oleh Mercy Corps. Foto di halaman 159 dan 11 (Kristen Thompson), serta halaman 89 berasal dari koleksi fotoMDF/JRS Bank Dunia. Semua hak dilindungi undang-undang.Laporan Lapangan Kerja Indonesia dibuat oleh staf Bank Dunia. Temuan, penafsiran, dan kesimpulan yang disampaikan di dalamnyatidak mencerminkan pandangan Dewan Direksi Bank Dunia ataupun Pemerintah yang diwakili Bank Dunia.Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data dalam laporan ini. Perbatasan, warna, denominasi, dan informasi lain yang ditampilkanpada peta apa pun dalam laporan ini tidak menyiratkan penilaian apa pun dari Bank Dunia mengenai status hukum teritori mana pun,atau dukungan atau penerimaan terhadap perbatasan tersebut.Jika ada pertanyaan apa pun mengenai laporan ini, silakan hubungi Vivi Alatas ([email protected]), David Newhouse ([email protected]), dan Edgar Janz ([email protected]).
Laporan Ketenagakerjaan di IndonesiaMenuju terciptanya pekerjaan yang lebih baikdan jaminan perlindungan bagi para pekerjaRingkasan Eksekutif
Kata PengantarSelama empat puluh tahun terakhir, Indonesia telah menikmati manfaat demografis seiring pertumbuhanpopulasi usia kerja yang lebih cepat daripada kenaikan populasi anak-anak dan lanjut usia. Hal ini merupakanpeluang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, asalkan seiring dengan diciptakanpekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambahkira-kira 20 juta orang dalam sepuluh tahun berikutnya. Sayangnya, peluang demografis ini akan tertutupdalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan karena pertumbuhan populasi lanjut usia mulai melampauipertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja.Inilah sebabnya mengapa sepuluh tahun ke depan adalah masa yang kritis bagi Indonesia untuk mendorongpenciptaan lapangan kerja dan memanfaatkan sebaik-baiknya peluang ini.Saat ini, pembuat kebijakan di Indonesia menghadapi tantangan strategis dalam mengidentifikasi kebijakandan program yang dapat mendorong penciptaan pekerjaan yang baik dan secara bersamaan memastikanpara pekerja memperoleh perlindungan yang lebih baik terhadap berbagai risiko yang mengancamjaminan penghasilan mereka. Keputusan mengenai kebijakan ketenagakerjaan sangat sulit diambil karenakeputusan ini berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan pekerja, baik formal maupun informal, danterhadap perusahaan yang menjadi mesin utama pertumbuhan lapangan kerja. Persaingan di antaraberbagai kepentingan yang berbeda tersebut turut berperan menimbulkan kebuntuan yang saat inimenjebak pekerja dan perusahaan dalam keadaan “sama-sama rugi”.Data empiris yang kuat dapat memberikan masukan bagi perdebatan di seputar reformasi ketenagakerjaan.Laporan Lapangan Kerja Indonesia, yang disusun oleh Bank Dunia melalui kerja sama dengan PemerintahIndonesia dan mitra peneliti lokal, merupakan kajian yang paling lengkap dalam sepuluh tahun terakhirmengenai pasar tenaga kerja di Indonesia. Laporan ini menggunakan data terkini untuk mengkaji kinerjapasar tenaga kerja, perubahan pasokan pekerja, dan pengaruh dari kebijakan ketenagakerjaan. Berbagaitemuan yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi arah kebijakan masa depan, dan membantu dalampengambilan keputusan berbasis pembuktian.Untuk mendorong pertumbuhan pekerjaan yang lebih baik, pendekatan dari berbagai segi sangatdiperlukan. Laporan ini merekomendasikan beberapa reformasi penting terhadap program dan kebijakanketenagakerjaan. Tetapi di samping itu, yang tidak kalah penting adalah reformasi untuk mempercepatpenciptaan lapangan kerja melalui perbaikan infrastruktur dan iklim investasi, bersamaan dengan reformasiuntuk meningkatkan mutu pendidikan. Keberhasilan akan bergantung pada kemitraan antara pemerintah,asosiasi pemberi kerja, serikat pekerja, dan kelompok masyarakat madani lainnya, dengan dukungan darilembaga penelitian di Indonesia dan mitra pembangunan internasional.Kami berharap dengan sepenuh hati bahwa laporan ini akan membantu membangkitkan kembali dialogmengenai penciptaan lapangan kerja dan jaminan bagi pekerja. Dengan belajar dari pengalaman sertapraktik-praktik terbaik internasional, Indonesia akan lebih siap mencari jalan untuk memperoleh solusi“sama-sama untung” yang dapat mempercepat penciptaan pekerjaan yang lebih baik tanpa mengorbankanperlindungan yang memadai bagi pekerja.Joachim von AmsbergDirektur Bank Dunia untuk Indonesia2Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia
Ringkasan EksekutifUcapan Terima KasihLaporan Lapangan Kerja Indonesia dibuat oleh Poverty Team, sebuah unit di bawah kelompok PovertyReduction and Economic Management (PREM) dari kantor Bank Dunia Jakarta. Tim yang dipimpin Vivi Alatasini memberikan nasihat teknis dan kebijakan berdasarkan riset empiris dan analisis yang mendalam kepadaPemerintah Indonesia guna membantu tercapainya sasaran pengurangan kemiskinan nasional. Dukunganyang sangat bernilai bagi pembuatan laporan ini telah diberikan oleh Bank Dunia dan Kedutaan BesarKerajaan Belanda di Indonesia.Laporan ini disusun oleh tim inti yang dipimpin oleh Vivi Alatas (Ekonom Senior, EASPR) dan David Newhouse(Ekonom Ketenagakerjaan, HDNSP). Manajemen proyek harian dipimpin oleh Edgar Janz. Tim penulisyang turut berkontribusi dalam pembuatan laporan ini termasuk: Vivi Alatas, Vera Brusentsev, EmanuelaDi Gropello, Edgar Janz, Lina Marliani, David Newhouse, Ari Perdana, Maria Laura Sanchez-Puerta, KurnyaRoesad, Ramya Sundaram, Daniel Suryadarma, dan Wayne Vroman. Milda Irhamni dan Peter Milne turutmemberikan kontribusi tambahan.Makalah latar belakang yang sangat bagus juga berkontribusi dalam persiapan pembuatan laporan. ArmidaAlisjahbana menyusun empat makalah penelitian mengenai undang-undang perlindungan kerja danfleksibilitas pasar, ketidakcocokan antara pendidikan dan keahlian, pemberian pelatihan oleh sektor swastadan publik, serta pendidikan kejuruan dan teknis. Hari Nugroho menulis makalah mengenai penyelesaianperselisihan melalui sistem pengadilan hubungan industrial. Makalah oleh Ana Revenga dan Jamele Rigolini,serta makalah oleh Wayne Vroman, mendiskusikan tentang reformasi pembayaran pesangon di Indonesiadan pengalaman internasional. Emanuela Di Gropello dan Berly Martawardaya memberikan temuanawalnya dari publikasi Bank Dunia yang akan datang, yaitu Survei Keahlian Indonesia. Kami juga berterimakasih kepada Sean Granville-Ross dari Mercy Corps yang telah memberikan izin untuk menggunakan kisahdan foto dari buku Nineteen yang bercerita tentang kehidupan pekerja di sektor informal Indonesia.Riset dan analisis data yang sangat bernilai telah diberikan oleh: Peter Brummund, Fitria Fitrani, MildaIrhamni, Lina Marliani, David Newhouse, Ari Perdana, Ririn Salwa Purnamasari, Ramya Sundaram, dan DanielSuryadarma. Bantuan analisis tambahan juga diberikan oleh: Amri Illma dan Hendratno Tuhiman.Laporan ini semakin disempurnakan berkat masukan yang bernilai dari Kajian Rekanan Sebaya (Peer Review)oleh: Gordon Betcherman (University of Ottawa), Chris Manning (Australia National University), dan PierellaPaci (Manajer Sektor, PREM-GR).Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berbaik hati memberikanmasukannya selama pembuatan laporan ini. Dari Pemerintah Indonesia, masukan dan wawasan yangsangat bermanfaat diberikan oleh: Myra Hanartani (Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrialdan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Rahma Iryanti (DirekturTenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja, Kementerian Negara Perencanaan PembangunanNasional), Bambang Widianto (Deputi Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Masyarakat) dan PrasetijonoWidjojo (Deputi Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UsahaKecil Menengah, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional). Selain itu, kami juga berterimakasih kepada pribadi berikut atas masukannya yang berharga: Wiebe Anema, Shubham Chaudhuri, DandanChen, John Giles, Javier Luque, Peter Rosner, William Wallace, dan Matthew Pierre Zurstrassen.3
Laporan ini mendapatkan manfaat besar dari penyuntingan yang dipimpin oleh Edgar Janz dan dibantuoleh Mia Hyun, Peter Milne, dan Marcellinus Jerry Winata. Bantuan logistik dan produk yang sangat berartijuga diberikan oleh Deviana Djalil, Myra Fitrianti, dan Dinni Prihandayani. Kami pun mengucapkan terimakasih kepada Hendrayatna Tafianoto yang telah menerjemahkan laporan dari bahasa Inggris ke bahasaIndonesia, dan Hasbi Akhir yang telah merancang tata letak laporan akhir.Laporan ini dibuat di bawah panduan umum dari: Vikram Nehru (Direktur Sektor, EASPR), Shubham Chaudhuri(Ekonom Kepala, EASPR) dan William Wallace (Penasihat Senior, EASPR). Panduan strategis dan masukankunci juga diberikan oleh Joachim von Amsberg, Direktur Negara Bank Dunia untuk Indonesia.4Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia
Ringkasan EksekutifDaftar IsiPengantarMenegosiasikan Kesepakatan BesarMengembangkan Strategi Pelatihan Keahlian yang MenyeluruhMemperluas Jaring Pengaman Tenaga KerjaMendukung Pembuatan Kebijakan Berbasis BuktiMatriks Ringkasan Rekomendasi KebijakanReferensi7101520232527GambarGambar 1:Gambar 2:Gambar 3:Gambar 4:Gambar 5:Gambar 6:Gambar 7:Gambar 8:Gambar 9:Gambar 10:Gambar 11:Gambar 12:Gambar 13:Gambar 14:Gambar 15:Gambar 16:Gambar 17:Gambar 18:Komposisi angkatan kerja aktif menurut sektor, 2007Pangsa lapangan kerja di sektor formal dan non-tani (persen)Tingkat pesangon, 1996-2003Biaya memberhentikan (dalam gaji mingguan)Penerimaan uang pesangon sesuai laporan pekerjaPekerja yang memenuhi syarat namun melaporkan tidak menerima pesangon (persen)Segmentasi – Distribusi angkatan kerja aktif menurut status pekerjaanPerbandingan upah bulanan (rata-rata log) menurut status pekerjaanPendaftaran sekolah kejuruan, 1992-2007Pendaftaran ke sekolah menengah atas menurut jenisnyaBiaya pendidikan kejuruan negeri (Rp)Biaya yang dikeluarkan sendiri untuk pendidikan (Rp)Pilihan jurusan SMK menurut jenis kelaminPekerja yang lulus SMA atau lebih tinggi, menurut sektor (juta)Upah riil median (Rp)Jobless growth - pangsa pekerjaan non-tani (persen)Upah minimum dan lapangan kerja formalUpah minimum dan si Reformasi PesangonProgram Jóvenes: Praktik terbaik dalam pelatihan keahlian1319KotakKotak 1:Kotak 2:5
Ringkasan EksekutifPengantarIndonesia belum menciptakan pekerjaan yang baik dalam jumlah memadai agar para pekerjadapat merasakan sepenuhnya manfaat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pekerjaan adalahsalah satu dari sedikit aset yang dimiliki kalangan miskin. Jika mereka memperoleh pekerjaan yang baik,maka mereka akan berkesempatan mendapatkan penghasilan yang cukup untuk keluar dari kemiskinan.Sayangnya, Indonesia mengalami jobless growth yang signifikan dari tahun 1999 sampai 2003, hal lainyang juga memberikan kontribusi terhadap keadaan saat ini, adalah dari 104,5 juta populasi Indonesiayang bekerja, mayoritas masih bekerja di sektor informal dan pertanian (Gambar 1).1 Meskipun terjadipertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penurunan kemiskinan berlangsung lebih lambat daripada yangdiharapkan, sebagian karena kurangnya peluang bagi pekerja miskin untuk pindah ke pekerjaan yang lebihbaik di sektor formal dan non-tani (Gambar 2). Guncangan ekonomi juga dapat mengurangi laju penciptaanlapangan kerja dan, jika guncangan tersebut cukup serius, dapat menjadi ancaman yang mendorongIndonesia kembali ke masa jobless growth.Gambar 1:Komposisi angkatan kerja Gambar 2:aktif menurut sektor, 2007IndustriInformal7%JasaFormal23%Sumber: Sakernas.11990 -1997601997 -19992003 -20081999 formal37%Pangsa lapangan kerja di sektor formaldan non-tani (persen)5045Lapangaernkja non-tani40PertanianFormal4%35Lapangerjaan kformal (lama )Lapangan kerja formal : Sakernas.Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Februari 2009.7
Peraturan ketenagakerjaan yang kaku telah menghambat penciptaan lapangan kerja dan gagalmemberikan perlindungan bagi pekerja, terutama pekerja yang paling rentan. Peraturan perekrutandan pemberhentiandi Indonesia telah diperketat tahun 2003 dengan disahkannya Undang-UndangKetenagakerjaan (No. 13/2003) yang bertujuan meningkatkan perlindungan pekerja. Kebijakan ini tidakmemberikan manfaat baik bagi pemberi kerja maupun mayoritas pekerja sehingga keduanya terjebakdalam keadaan “sama-sama rugi”. Peraturan yang ketat menghambat penciptaan lapangan kerja denganmengurangi minat investasi dan menghambat produktivitas, serta membatasi kemampuan pemberi kerjauntuk mengurangi karyawan demi bertahan selama kemerosotan ekonomi. Namun, berlawanan dengantujuannya, berbagai peraturan ini hanya memberikan sedikit perlindungan nyata bagi pekerja formal yangdikontrak. Karyawan yang paling rentan – mereka yang berupah rendah dan pekerja perempuan – berpeluangpaling kecil untuk mendapat manfaat dari peraturan yang ada saat ini. Hal yang juga memprihatinkan adalahbahwa kebijakan saat ini menyisihkan mayoritas pekerja “luar” yang terdiri atas karyawan yang bekerja tanpakontrak dan mereka yang bekerja di sektor informal. Mereka sama sekali tidak dilindungi oleh peraturan yangada saat ini dan sulit menemukan pekerjaan yang lebih baik. Pada saat yang bersamaan, hanya ada sedikitprogram tenaga kerja aktif yang dirancang untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan memberikesempatan bagi pekerja informal dan pekerja yang menganggur.Upaya reformasi ketenagakerjaan telah menemui kebuntuan dan menghambat kemampuanIndonesia untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan masa depan. Perdebatanseputar reformasi undang-undang ketenagakerjaan sangat sengit dan terutama terfokus pada peraturanperekrutan dan pemberhentianyang kontroversial. Demi meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja,pemerintah telah berupaya mereformasi peraturan tersebut pada tahun 2006 dan 2007, namun keduanyagagal. Akibatnya, peraturan ketenagakerjaan Indonesia masih merupakan salah satu yang paling kaku dikawasannya. Kebuntuan ini menghambat kemampuan Indonesia untuk mempercepat laju penciptaanpekerjaan yang ‘baik’ dan laju pengurangan kemiskinan.Setelah memperoleh mandat politik yang baru, pemerintah saat ini berkesempatan untuk memecahkebuntuan reformasi kebijakan ketenagakerjaan yang saat ini merugikan pekerja dan pemberi kerja.Kebijakan dan program ketenagakerjaan Indonesia dapat dirancang dengan lebih baik untuk mendorongpertumbuhan lapangan kerja, sekaligus melindungi pekerja yang rentan. Pemerintah baru berkesempatanmenggunakan waktu lima tahun ke depan untuk memperkenalkan kebijakan dan program baru yangmenguntungkan pekerja dan pemberi kerja, terfokus pada empat prioritas berikut ini.Yang pertama, menegosiasikan kesepakatan besar mengenai reformasi peraturan. Kebuntuanreformasi pesangon saat ini telah merusak daya saing pasar tenaga kerja Indonesia dan hanya menawarkansedikit perlindungan bagi sebagian besar pekerja. Perlu diupayakan pemecahan yang “sama-sama untung”dengan menyederhanakan dan mengurangi tingkat pesangon yang terlalu tinggi, dan pada saat yangbersamaan, memberikan tunjangan pengangguran untuk melindungi pekerja formal dengan lebih efektif.Sistem tunjangan pengangguran adalah komponen inti dari sistem Jaminan Sosial Nasional di masa depan,sebuah institusi kunci di banyak negara lain yang berpenghasilan menengah.Yang kedua, mengembangkan strategi pelatihan keahlian menyeluruh untuk melengkapi pekerjasupaya dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Perlindungan pekerja tidak cukup hanya denganmengandalkan peraturan ketenagakerjaan. Sebagian besar peraturan tersebut tidak relevan bagi pekerjainformal yang merupakan angkatan kerja mayoritas. Pemerintah dapat membantu lebih banyak pekerjadengan menerapkan sejumlah strategi, baik formal maupun informal, untuk pengembangan keahlian. Dalamhal pendekatan formal, membatalkan moratorium pembangunan sekolah menengah atas umum akanmembantu memenuhi permintaan. Selanjutnya, perluasan sekolah menengah atas kejuruan seharusnyaadalah untuk menanggapi permintaan pasar tenaga kerja sesungguhnya, bukan sekadar memenuhikuota. Memperbaiki mutu pendidikan kejuruan untuk memenuhi permintaan yang besar akan pekerja8Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia
Ringkasan Eksekutifberpendidikan lebih tinggi. Pada saat bersamaan, memperkenalkan strategi pelatihan keahlian non-formalsebagai pelengkap untuk menargetkan mayoritas pekerja di Indonesia yang tidak mampu mengaksespendidikan formal.Yang ketiga, meluncurkan program tenaga kerja aktif yang dirancang untuk melindungi merekayang paling rentan. Para pekerja sering menjadi korban dalam guncangan, seperti yang terjadi ketikakrisis keuangan 1997. Tanpa adanya jaring pengaman, para pekerja umumnya bertahan dengan mencarikerja di sektor informal dan pertanian. Ancaman krisis keuangan global baru-baru ini telah menyorotibetapa perlunya Indonesia mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menghadapi guncangan di masadepan. Indonesia dapat bersiap menghadapi guncangan lapangan kerja dan upah di masa depan denganmemperkenalkan program jaring pengaman tenaga kerja demi melindungi pekerja yang paling rentan.Persiapan dapat diawali dengan pekerjaan umum yang merupakan jaring pengaman penting yang dapatdipakai secara efektif untuk menargetkan pekerja miskin dan berupah rendah.Yang terakhir, berinvestasi dalam riset untuk mendukung pembuatan kebijakan berbasis bukti.Banyak perdebatan mengenai kebijakan dan program pasar tenaga kerja yang tidak didasarkan pada buktiempiris. Diperlukan peningkatan mutu dan pendalaman riset kebijakan ketenagakerjaan untuk membantupemerintah baru dalam menjalankan agenda reformasi yang didukung hasil analisis dan bukti kuat. Fasilitaspenelitian, think tank lokal, dan Biro Pusat Statistik, semuanya berperan penting menghasilkan data danmelakukan riset tenaga kerja bermutu untuk memenuhi kebutuhan pembuat kebijakan.9
MenegosiasikanKesepakatanBesarMeningkatkan tunjangan pengangguran dan menyetujui penurunantingkat pesangonUndang-Undang Ketenagakerjaan telah menjadikan peraturan ketenagakerjaan Indonesia sangatkaku. Undang-undang tersebut menaikkan nilai pesangon bagi pekerja dengan masa kerja tiga tahunatau lebih dan menambah lagi pembayaran sebesar 15 persen sebagai uang pengganti hak (Gambar 3).Dengan kenaikan ini, uang pesangon diperkirakan setara dengan “pajak perekrutan” (hiring tax) senilai kirakira sepertiga dari upah tahunan pekerja.2 Selain menyebabkan pemberi kerja lebih sulit memberhentikanatau melakukan realokasi karyawan, undang-undang tersebut juga memperketat penggunaan karyawansementara oleh perusahaan. Penggunaan kontrak dengan jangka waktu tertentu (Fixed-Term Contracts– FTC) dan layanan alih daya dibatasi hanya untuk posisi non-inti dan batas maksimum untuk kontraksementara dikurangi dari lima menjadi tiga tahun. Undang-undang tersebut juga membawa beberapaperubahan baik. Proses penetapan upah minimum diperbaiki dengan mereformasi penggunaan surveiharga dan memperkuat peran dewan pengupahan lokal.Peraturan perekrutan dan pemberhentiandi Indonesia saat ini adalah salah satu yang paling kakudi Asia Timur dan di dunia. Dalam sebuah survei tahun 2009 yang membandingkan kekakuan peraturanketenagakerjaan di berbagai negara, Indonesia menempati urutan ke-157 dari 181 negara di dunia. Jikadibandingkan dengan negara tetangga yang menjadi pesaing di kawasan Asia Timur dan Pasifik, Indonesiamenempati urutan ke-23 dari 24 negara.3 Tidak ada negara sekawasan lain yang biaya memberhentikankaryawannya setinggi biaya di Indonesia (Gambar 4). Meskipun kebanyakan ekonomi Asia membatasipenggunaan FTChanya bagi kegiatan tertentu dan menentukan baik lamanya kontrak maupun persyaratanuntuk perpanjangan kontrak, Indonesia, bersama-sama dengan Kamboja, Filipina, dan Vietnam, termasukkelompok negara yang mengatur FTCdengan lebih ketat.423410Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, nilai pesangon diperkirakan setara dengan “pajak perekrutan” sebesar 4,1 bulanupah, meningkat dari rata-rata 2 bulan pada tahun 1996 dan 3,4 bulan pada 2000. (Laboratorium Penelitian, Pengabdian PadaMasyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3E), Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran. “Indonesia’s Employment ProtectionLegislation: Swimming Against the Tide?” 2004. Disusun untuk GIAT, proyek USAID/Pemerintah Indonesia).Bank Dunia 2009a Doing Business . Catatan: Laporan ini didasarkan pada temuan survei yang mengukur secara kuantitatifberbagai peraturan mempekerjakan pekerja di 181 ekonomi. Untuk perincian, lihat www.doingbusiness.org.Berdasarkan peraturan yang spesifik pada setiap ekonomi Asia, yang diperoleh dari ILO (pangkalan data on-line LABORSTA, 2008)mengenai jangka waktu kontrak sementara dan dalam kondisi apa kontrak sementara diperbolehkan.Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia
Ringkasan EksekutifGambar 3:Tingkat pesangon, 1996-2003Nilai pesangon dalam bulan gaji30Biaya memberhentikan (dalam gajimingguan)120UU 199625Gambar 4:UU 2000100UU 200320801560104020500 1351020MaxCinaFilipinaMasa kerja (dalam tahun)Sumber: UNPAD, 2004.Sumber: Doing Business, 2009.Negara berkembang dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku menghadapi kesulitan lebihbesar dalam menciptakan pekerjaan sehingga memperburuk kondisi ketenagakerjaan bagi pekerja.Bukti empiris mengenai dampak semakin kakunya penciptaan lapangan kerja belum tersedia di Indonesiakarena data mengenai pembayaran pesangon dan status kontrak belum dikumpulkan secara konsisten.Tetapi, penelitian internasional secara konsisten mendapati bahwa negara berkembang yang peraturanketenagakerjaan sangat memberatkan juga mengalami tingkat investasi, produktivitas, dan investasi dalammanufaktur yang lebih rendah.5 Peraturan ketenagakerjaan yang kaku menghambat pertumbuhan lapangankerja dengan membatasi manfaat keterbukaan perdagangan dan mengurangi minat para pengusahawiraswasta untuk memulai bisnis baru. Hal ini berdampak langsung dan negatif terhadap pekerja. Negaraberkembang dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku berpeluang lebih besar mengalami keikutsertaan(laki-laki) dalam angkatan kerja yang lebih rendah, tingkat lapangan kerja yang lebih rendah, dan tingkatpengangguran yang tinggi – terutama di antara perempuan dan kaum muda.6 Sebuah studi terhadap 74negara menyimpulkan bahwa jika Indonesia memaksimalkan fleksibilitas peraturan ketenagakerjaannya,tingkat pengangguran akan menurun 2,1 persen, sedangkan tingkat pengangguran kaum muda akanmenurun 5,8 persen.7Kebuntuan saat ini menjebak para pekerja dan pemberi kerja dalam keadaan “sama-sama rugi”yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan tidak memberi perlindungan yang cukup bagikaryawan. Tingginya tingkat pesangon yang diwajibkan secara hukum di Indonesia telah menghalangiinvestasi asing dan mengurangi minat para pengusaha wiraswasta untuk menciptakan usaha baru. Aturanyang rumit mengenai perhitungan pesangon dan sistem “pasca bayar” saat ini menimbulkan masalahtambahan karena menyulitkan perusahaan untuk memperkirakan biaya tenaga kerja. Tingkat pesangonyang tinggi tidak hanya merugikan pemberi kerja, tetapi juga karyawan. Peraturan tersebut tidak efektifmelindungi karyawan yang diberhentikan dan menghadapi pengangguran. Dari antara semua karyawanyang diberhentikan dalam dua tahun terakhir dan memenuhi syarat untuk menerima pesangon, hanya34.4 persen yang menerima uang pesangon (Gambar 5). Dari antara karyawan yang menerima uangpesangon, 78.4 persen menerima pesangon lebih kecil daripada nilai yang menjadi hak mereka secarahukum. Ketidakpatuhan terhadap peraturan tersebut justru paling banyak dialami oleh pekerja yang palingmembutuhkan perlindungan penghasilan: perempuan, staf sementara, dan karyawan berupah rendah(Gambar 6). Perusahaan kecil mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk tidak patuh karena berukuran567Djankov, Simeon, dan Rita Ramalho. 2008.Ibid.Feldmann, 2008.11
terlalu kecil untuk membentuk serikat pekerja dan berada di bawah ambang batas pengawasan inspekturtenaga kerja.Dengan menegosiasikan kesepakatan besar – menurunkan tingkat pesangon, dan sebagai gantinya,memperkenalkan tunjangan pengangguran – pemerintah dapat meningkatkan fleksibilitaspasar tenaga kerja sambil meningkatkan perlindungan bagi karyawan. Masih ada harapan untukmenemukan jalan keluar “sama-sama untung” yang dapat diterima oleh pemberi kerja maupun karyawan.Pertama-tama, penyederhanaan perhitungan pesangon dan penurunan nilainya akan menyetarakanIndonesia dengan standar regional, meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja, dan daya saing global.Pada saat yang bersamaan, memperkenalkan sistem tunjangan pengangguran untuk melengkapi tingkatperlindungan bagi karyawan yang diberhentikan. Beralih menggunakan pendekatan “pendekatankontribusi bulanan” – yaitu kontribusi bulanan oleh perusahaan ke sebuah rekening yang dikelola secaraterpusat dengan pengawasan pemerintah – akan meningkatkan kemudahan untuk memperkirakan biayatenaga kerja tanpa mempengaruhi keputusan perekrutan dan pemberhentian perusahaan. Hal ini juga akanmeningkatkan kepatuhan pemberi kerja sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap PengadilanHubungan Industrial yang kini menghadapi kasus pemberhentian kerja yang kian menumpuk.8 Hal ini akanmembebaskan karyawan dan pemberi kerja dari proses penyelesaian perselisihan yang berbiaya tinggi dansangat menghabiskan waktu.Terdapat serangkaian sistem tunjangan pengangguran yang dapat dipertimbangkan dan dikajiuntuk dimasukkan dalam sistem Jaminan Sosial Nasional di masa depan. Indonesia telah siap mengikutilangkah negara berpenghasilan menengah lain untuk menerapkan sistem tunjangan pengangguran.Terdapat serangkaian opsi reformasi yang dapat meningkatkan kemudahan untuk memperkirakan biayatenaga kerja dan memberikan kompensasi tingkat pesangon yang lebih rendah bagi pekerja. Opsi initermasuk dana bersama (pooled fund) yang dapat ditarik oleh karyawan yang diberhentikan, sistem pesangondengan rekening individual, atau program bantuan pengangguran berupa tunjangan tetap (Kotak 1). Setiapopsi memiliki kelebihan dan kekurangan, serta memiliki tingkat kerumitan kelembagaan yang beragamdalam mengelola program.Gambar 5:Penerimaan uang pesangonsesuai laporan pekerjaKepatuhan parsial:Karyawan menerimanilai lebih kecil daripada haknya27%Tidak patuh:Karyawan samasekali tidakmenerima pesangon7% Patuh:Karyawan menerima66%nilai penuh sesuai haknyaatau lebih besarGambar 6:Pekerja yang memenuhi syaratnamun melaporkan tidak menerimapesangon (persen)1009080706050403020100Laki-laki Perempuan 250Jenis kelaminSumber: Sakernas 2008.812Nugroho, 2008.Laporan Ketenagakerjaan di IndonesiaSumber: Sakernas 2008.250-500500 1,0001,000 15,000 15,000Upah Bulanan (dalam ribuan Rupiah)
Ringkasan EksekutifKotak 1:Opsi Reformasi PesangonOpsi Satu: Dana Pesangon: Perusahaan menyetorkan pembayaran pesangon secara rutin ke dalam sebuahdana bersama yang dikelola oleh lembaga pemerintahan pusat atau oleh perusahaan swasta. Karyawan yangdiberhentikan menerima pesangon sesuai lamanya masa kerja. Dapat dibuat satu dana bersama untuk satuperusahaan, atau satu dana bersama yang dapat dipakai oleh semua perusahaan yang berkontribusi.Opsi Kedua: Rekening individual: Pemberi kerja dan karyawan secara rutin menyetorkan kontribusi ke rekeningindividual yang dikelola dan disalurkan oleh lembaga pusat. Kontributor yang menganggur dapat menarik danadari rekening mereka sendiri setelah status penganggurannya terkonfirmasi.Opsi Ketiga: Bantuan pengangguran berupa tunjangan tetap: Menciptakan dana yang dapat ditarik olehpekerja yang memenuhi syarat, yang sedang menganggur. Dana tersebut dikelola dan disalurkan oleh lembagayang ditunjuk, bukan oleh pemberi kerja. Pekerja yang menganggur memperoleh tunjangan kecil untuk jangkawaktu tertentu yang diambil dari dana bersama. Pekerja memenuhi syarat atau tidak ditentukan berdasarkankeaktifan mencari kerja dan ketersediaan pekerjaan yang cocok. Dimungkinkan untuk menguji terlebih dahulu(means test) apakah penghasilan keluarga membutuhkan bantuan pengangguran.Sumber: Revenga dan Rigolini, 2007, serta Vroman, 2007.Proses reformasi dapat dimulai dengan melakukan analisis yang diperlukan guna mengidentifikasi opsi apayang paling cocok bagi Indonesia. Studi simulasi diperlukan untuk mengkaji dampak yang diperkirakanakan terjadi akibat sistem alternatif dan implikasi serta kebutuhan kelembagaan yang terkait denganmasing-masing opsi reformasi. Berdasarkan model yang paling cocok, diperlukan peta langkah reformasisebagai dasar bagi sistem di masa depan yang selayaknya dikaitkan dengan masa depan sistem jaminansosial nasional yang diwajibkan oleh Undang-Undang No. 41/2004.Kebuntuan saat ini paling merugikan pekerja informal dan pekerja tanpa kontrak. Reformasidiperlukan untuk meningkatkan peluang mereka memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Reformasiperaturan saja belum cukup untuk menjangkau mayoritas angkatan kerja Indonesia yang sangat informal.Pasar tenaga kerja Indonesia sangat tersegmentasi berdasarkan sektor dan status kontrak. Pera
asosiasi pemberi kerja, serikat pekerja, dan kelompok masyarakat madani lainnya, dengan dukungan dari lembaga penelitian di Indonesia dan mitra pembangunan internasional. Kami berharap dengan sepenuh hati bahwa laporan ini akan membantu membangkitkan kembali dialog mengenai penciptaan