Transcription

BAB IIKAJIAN PUSTAKA2.1 Hormon dan Proses PenuaanDalam konsep Anti-Aging Medicine, salah satu penyebab penting prosespenuaan ialah berkurangnya kadar hormon. Seperti telah diuraikan sebelumnya,proses penuaan berlangsung melalui 3 fase, yaitu: 1) fase subklinis; 2) fasetransisi; 3) fase klinis. Fase subklinis berlangsung pada usia 25-35 tahun, fasetransisi terjadi pada usia 35-45 tahun, sedangkan fase klinis berlangsung pada usia45 tahun ke atas. Pada fase subklinis, perubahan paling awal yang terjadi ialahpenurunan kadar hormon seks steroid, yaitu testosteron dan estrogen (Pangkahila,2017a). Karena itulah menurunnya kadar hormon seks steroid atau kekuranganhormon ini dapat dijadikan indikator terjadinya proses penuaan.Selain hormon steroid seks yang mulai berkurang, padafase subklinis jugaterjadi penurunan lebih lanjut hormon melatonin dan GH. Perubahan lain yangterjadi ialah pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dandeoxyribonucleic acid (DNA), mulai memengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanyatidak tampak dari luar. Karena itu pada tahap ini orang merasa dan tampaknormal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaaan.Pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal, padahalsebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan (Pangkahila, 2017a). Tetapibanyak perempuan usia muda pengguna kontrasepsi hormonal, baik pil maupuninjeksi, yang mengeluh mengalami hambatan dorongan seksual (sexual desire12

13disorder) (Pangkahila, 2011b). Keluhan ini sebenarnya menunjukkan telah terjadiproses penuaan.Pada fase transisi, kadar hormon menurun sampai 25%. Massa ototberkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun. Akibatnya tenaga dankekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan inimenyebabkan resistensi insulin, meningkatnya risiko penyakit jantung, pembuluhdarah dan obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan danpendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasikulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap iniorang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikalbebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit,seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit jantungkoroner, dan diabetes (Pangkahila, 2017a).Selanjutnya, pada fase klinik penurunan kadar hormon terus berlanjut,yang meliputi dihydroepiandrostenedione (DHEA), melatonin, GH, testosteron,estrogen, dan juga hormon tiroid. Terjadi juga penurunan, bahkan hilangnyakemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulangmenurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun, yangmengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuhdan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulaimengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehinggamengganggu aktivitas sehari-hari. Disfungsi seksual merupakan keluhan yangpenting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan.

14Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selaluharus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yangtidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami prosespenuaan. Hal ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaanjangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila,2017a).2.2 Hormon TestosteronTestosteron merupakan hormonseks steroid yang merupakan produkhormon androgen. Istilah androgen berarti hormon seks steroid yang mempunyaiefek maskulinisasi, yang terdiri dari hormon testosteron, dihidrotestosteron(DHT), dan androstenedion. Testosteron merupakan hormon utama dan terpentingdi antara ketiganya, sedangkan DHT dan androstenedion merupakan androgenyang lemah. Semua androgen, baik di dalam testis maupun kelenjar adrenal, dapatdibentuk dari kolesterol atau langsung dari asetil koensim A (Guyton and Hall,2011; Molina and Ashman, 2013).2.2.1 Sintesis, Sekresi, dan RegulasiTestosteron terutama disekresi dan disintesis oleh testis. Testismemproduksi antara 5-7 mg/hari atau sekitar 95% dari total produksi pada priadewasa, sisanya diproduksi oleh zona retikularis korteks adrenal. Pelepasantestosteron mempunyai ritme sirkadian (circadian rhythm) dengan kadarnyamencapai puncak pada pukul 06.00-08.00 dan kadar terendah pada pukul 18.00-

1520.00. Testosteron disintesis dari kolesterol. Sumber kolesterol ini bisa berasaldari sintesis pada sel Leydig dan sirkulasi (Jones, 2008).Pengaturan sintesis dan sekresi testosteron diatur melalui eluarkanGonadotrophin-Releasing Hormone (GnRH) yang kemudian merangsang hipofise anteriorsehingga mengeluarkan Lutenizing Hormone (LH) dan Follicle-StimulatingHormone (FSH).Selanjutnya LH merangsang sel Leydig untuk mensekresi testosterondengan meningkatkan cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan kadarkalsium intraseluler. Bila testosteron sudah cukup dalam kadar normal, makatestosteron akan memberikan negative feed backmechanism ke hipofise danhipotalamus. Akibatnya sekresi testosteron berkurang, sehingga kadarnya selaludalam kisaran normal.Di pihak lain, FSH berpengaruh terhadap sel Sertoli untuk menginisiasidan mempertahankan prosesspermatogenesis yang menghasilkan sel spermatozoa.Selain itu, FSH juga merangsang sintesis dan pelepasan hormon inhibin danactivin dari sel Sertoli. Selanjutnya inhibin menimbulkan negative feedbackmechanism ke hipofisis sehingga menekan pelepasan FSH (Jones, 2008).Dengan demikian kadar FSH juga selalu berada pada kisaran normal.Mekanisme kerja melalui poros hipotalamus-hipofise-testis tersebutdigambarkan pada Gambar 2.1 berikut ini.

16Gambar 2.1Poros hipotalamus-hipofise-testis (Dikutip dari Busilloet al., 2014)2.2.2 Testosteron pada SirkulasiDi dalam darah terdapat tiga fraksi testosteron. Testosteron yang terikatpada sex hormone binding globulin (SHBG) merupakan fraksi terbesar, yaitusekitar 50-80%. Sekitar 20-50% testosteron terikat pada albumin, dan 1-2% yangtidak berikatan, yang disebut testosteron bebas (free testosterone).

17Testosteron bebas dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan mempunyai halflife yang pendek, kira-kira 10 menit. Testosteron yang terikat pada SHBG tidakberfungsi sama sekali karena ikatan dengan SHBG sangat kuat. Tetapi testosteronyang terikat pada albumin dapat terlepas dan menjadi testosteron bebas ketikatubuh memerlukan. Karena itu free testosterone dan testosteron yang terikat padaalbumin disebut bioavailable testosterone (Jones, 2008).Androgen adalah hormon steroid C19 yang mengontrol perkembangannormal pria dan fungsi seksual reproduksinya. Androgen utama di dalam sirkulasiadalah testosteron. Daya kerja dan fungsi biologis testosteron dan DHT dimediasioleh RA yang mengatur ekspresi gen di dalam jaringan target (McEwan andBrinkmann, 2016).2.2.3 Metabolisme TestosteronTestosteron dimetabolisme menjadi metabolit aktif dan inaktif. Metabolitaktif testosteron adalah 17β-estradiol dan 5α-dihydrotestosterone (DHT).Testosteron dikonversi menjadi 17β-estradiol oleh enzim aromatase. Enzimaromatase mempunyai aktivitas yang tinggi pada jaringan lemak, khususnya padalemak viseral. Semakin besar jumlah lemak, khususnya lemak viseral, makaproduksi 17β-estradiol juga semakin besar. Tetapi aromatase juga terjadi di bagiantubuh lain, yaitu testis, prostat, dan tulang. Testosteron juga dikonversi menjadiDHT oleh enzim 5α-reductase.Proporsi testosteron yang dikonversi menjadi 17β-estradiol dan DHTtergantung kondisi setiap individu dan jenis jaringan. Sebagai contoh, produksi

18DHT lebih tinggi pada prostat dan produksi estradiol lebih tinggi pada tulang.Testosteron dan DHT diinaktivasi melalui reduksi, oksidasi, dan hidroksilasi olehliver, yang kemudian berikatan dengan asam glukoronat. Metabolit ini kemudianakan diekskresikan oleh ginjal (Jones, 2008).Pertumbuhan dan perkembangan organ seksual-reproduksi janin laki-lakidipengaruhi oleh hormon testosteron khususnya testosteron yang dihasilkan olehsel Leydig.Selain hormon, faktor ekstrinsik juga memengaruhi pertumbuhan danfungsi sel gonad. Radikal bebas merupakan faktor ekstrinsik yang dapat merusakstruktur beserta fungsi sel. Kehamilan meningkatkan stres oksidatif karenaaktivitas metabolik yang tinggi, yaitu peningkatan peroksida lipid plasenta danpenurunan ekspresi enzim antioksidan terutama pada kondisi hemodilusi sertatransfer aktif plasenta ke janin (Strauss and Barbieri, 2014).Kalau kekurangan hormon seks testosteron terjadi pada masa kecil ataupada masa prenatal, dipastikan terjadi hambatan perkembangan organ genitalia,khususnya penis dan testis. Mikropenis merupakan salah satu akibatnya. Kadartestosteron yang rendah atau kurang saat dewasa dapat mengakibatkan disfungsiseksual dan organ reproduksi, yaitu gangguan dorongan seksual dan disfungsiereksi. Perubahan patologis yang terjadi antara lain atrofi korpus kavernosum danatrofi testis.Testosteron tidak hanya berfungsi pada organ seksual dan reproduksi,melainkan juga memengaruhi perkembangan otot, massa tulang, eritropoesis,fungsi kognitif, dan kenyamanan hidup (Strauss and Barbieri, 2014). Karena

19itulah dalam keadaan kadar testosteron rendah atau kurang, terjadi gangguananatomis dan fungsi pada berbagai organ seksual reproduksi tersebut, yang identikdengan kondisi pada usia lanjut.Bila androgen tidak disintesis menjadi testosteron, maka pertumbuhanorgan reproduksi janin laki-laki maupun transformasi sel-sel germinal tidak dapatberlangsung. Jadi kadar testosteron yang rendah, atau tidak berfungsi sebenarnyamenunjukkan terjadinya proses penuaan.2.2.4. Estrogen-like Endocrine Disrupting Chemicals (EEDC)Estrogen-like endocrine disrupting chemicals (EEDC) merupakan bahankimia buatan yang menyerupai estrogen, yang kalau masuk ke dalam tubuh dapatmenimbulkan gangguan fungsi hormon dengan segala akibatnya. Salah satuakibatnya adalah hambatan pubertas pada anak laki-laki, dan pubertas dini padaanak perempuan.Beberapa contoh EEDC antara lain dichlorodiphenyltrichloroethane(DDT), dioxin, polychlorinated biphenyls (PCBs), bisphenol A (BPA),polybrominated biphenyls (PBB), phthalate esters, endosulfan, atrazine andzeranol (Roy et al., 2009).Dalam kaitan dengan EEDC, kandungan estrogen di dalam ekstrak dagingayam broiler dapat dianggap sebagai EEDC, yang belum diketahui oleh banyakorang. Penelitian Strauss et al. (2009) menunjukkan kadar testosteron yang rendahterkait kadar E2 yang tinggi mempunyai akibat pada fungsi dan struktur sel

20Leydig. Rasio androgen/estrogen yang tidak normal mengganggu homeostatiskolesterol dan morfologi mitokondria pada sel Leydig mencit.Beberapa penelitian terkini menunjukkan susu formula ternyata jugamengandung estrogen dan progesteron. Penelitian pada tikus jantan, pemberiansusu formula ternyata meningkatkan hormon estrogen dan progesteron, sertamenurunkan hormone testosteron (Bonora, 2015; Margo, 2015). Penurunan kadarhormon testosteron pasti menimbulkan berbagai akibat khususnya dalamperkembangan organ seksual reproduksi.Dalam kaitan dengan proses penuaan, berkurangnya kadar hormon atautidak berfungsinya hormon karena berbagai sebab dapat mengakibatkan prosespenuaan lebih awal.2.3 Mikropenis dan MikrotestisIstilah mikropenis dan mikrotestis menunjukkan ukuran penis yang dibawah normal, tidak sesuai dengan perkembangan yang seharusnya dicapai. Tidakberfungsinya hormon testosteron merupakan penyebab utama terjadinyamikropenis dan mikrotestis.Catatan Klinik Grasia Denpasar menunjukkan dalam periode 2007-2017terdapat 312 kasus mikropenis dengan atau tanpa mikrotestis pada anak danremaja awal (Pangkahila, 2017b).Di bawah ini, pada Gambar 2.2 contoh kasus mikropenis yang dialamioleh seorang anak berusia11 tahun.

21Patient of Dr PangkahilaGambar 2.2Kasus mikropenis ( ) seorang anak berumur 11 tahun: denganukuran panjang penis 1 cm, diameter tidak dapat diukur. Hasilpemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar LH 0.25 mlU/ml,Testosteron 3.5 ng/dL.Diagnosis mikropenis ditegakkan berdasarkan ukuran panjang penis dalamkeadaan direntangkan, yaitu memiliki panjang lebih kecil dari 2,5 standard deviasidi bawah rata-rata ukuran normal sesuai umur (Tsang, 2010; Wiygul and Palmer,2011; Hatipoğlu and Kurtoğlu, 2013).Ukuran panjang rata-rata penis dalam keadaan diregang sesuai umurtercantum pada Tabel 2.1 di bawah ini.

22Tabel 2.1Ukuran panjang penis dalam keadaan diregang.Panjang rata-rata dan kalkulasi dengan standar deviasi -2,5 (cm)(Dikutip dari: Hatipoğlu and Kurtoğlu, 2013)UmurRata-rataBaru lahirPrematur (30 minggu)Prematur (34 minggu)MaturBayi dan anak-anak0-5 bulan6-12 bulan1-2 tahun2-3 tahun3-4 tahun4-5 tahun5-6 tahun6-7 tahun7-8 tahun8-9 tahun9-10 tahun10-1 tahunDewasaVolumeRata-rata-2.5 SD2,5 0,43,0 0,43,5 0,41,52,02,53,9 0,84,3 0,84,7 0,85,1 0,95,5 0,95,7 0,96,0 0,96,1 0,96,2 1,06,3 1,06,3 1,06,4 1,11,92,32,62,93,33,53,83,93,73,83,83,713,3 1,69,3testisdapatdiukurdengan menggunakankaliperatauorchidometer. Pemeriksaan dengan kaliper menunjukkan perbedaan, yaitupanjang 5,7 mm, lebar 1,4 mm, dan tebal 2,9 mm. Pemeriksaan dengan ultrasoundmenunjukkan volume rata-rata testis neonatus 0,35 ml. Mulai umur 10 tahun,volume testis bertambah dari 1,36 ml menjadi 12,83 ml pada usia 17 tahun(Osemlak, 2011).

232.3.1 EmbriologiPada usia awal delapan minggu kehamilan, gonadotropin korionikmaternal plasenta mulai merangsang produksi testosteron dari sel Leydig fetal. Dibawah pengaruh DHT, yang merupakan konversi dari testosteron, terjadilahdiferensiasi penis. Tuberkel genital berdiferensiasi menjadi glans penis, lipatangenital menjadi batang penis dan benjolan genital bermigrasi ke garis tengahmenjadi skrotum. Penis lengkap berdiferensiasi dalam waktu dua belas minggumasa kehamilan. Selama trisemester kedua dan ketiga, pertumbuhan penistercapai karena rangsangan androgen fetal, yang diproduksi di bawah stimulasigonadotropinpituitari fetal (Wiygul and Palmer, 2011).Terjadi peningkatan ukuran penis dalam waktu tertentu, penis mencapaiukuran 20 mm dari minggu ke 16 sampai dengan 38. Karena itu mikropenismerupakan hasil dari abnormalitas hormonal yang terjadi setelah dua belasminggu kehamilan (Wiygul and Palmer, 2011). Studi mengenai fibroblast padapasien mikropenis menunjukkan produksi dan fungsi androgen normal setelahpemberian gonadotropin sesuai dengan aktivitas reseptor terkait. Ini memperkuatperan utama fungsi hipotalamus-hipofise pada saat terjadinya mikropenis(WiygulandPalmer, 2011).2.3.2 PatofisiologiPenyebab utama mikropenis adalah defisiensi hormon defisiensihormonadalahhipogonatropik-hipogonadism akibat anomali endokrin dari aksis hipotalamushipofise-gonad dan sindrom insensitivitas androgen dengan pertumbuhan penis

24inadekuat meskipun sekresi androgen normal atau berlebihan (Hatipoğlu andKurtoğlu, 2013).Penyebab defisiensi gonadotropin lainnya adalah disfungsi hipotalamusseperti sindrom Kallmann’s atau sindrom Prader-Willi. Hal lain yangmenyebabkan mikropenis adalah:1) penurunan sintesis testosteron atau penurunankonversi testosteron ke DHT pada defisiensi 5 alpha reduktase; 2) penurunansensitivitas testosteron; 3) defisiensi growth hormone (Tsang, 2010).2.4. Reseptor HormonFungsi hormon yang abnormal dapat disebabkan karena produksi hormonyang abnormal, baik berlebihan maupun kekurangan, tetapi dapat juga karenafungsi atau jumlah reseptornya yang berkurang.Androgen baru berfungsi kalauada reseptor pada sel targetnya. Reseptor androgen atau NR3C4 (nuclear receptorsubfamily 3, group C, member 4), di antaranya didapatkan pada nukleus selSertoli, sel Leydig testis, dan juga gonosit (Molina and Ashman, 2013).Hormon estrogen juga berpengaruh dalam pertumbuhan dan fungsi gonadjanin laki-laki. Estrogen endogen menghambat perkembangan dan fungsi testisselama masa janin dan neonatus. Reseptor estrogen beta (REβ) berada dalamkorda seminiferus mengendalikan gametogenesis, sedangkan reseptor estrogenalfa (REα) terdapat di dalam sel Leydig janin yang mengatur steroidogenesis(Molina and Ashman, 2013).Estrogen mengatur ekspresi gen StAR protein dan CYP11A1 yangdibutuhkan untuk sintesis hormon seks steroid. Hambatan ekspresi StAR protein

25menyebabkan pengaturan trasportasi kolesterol ke mitokondria terganggu.CYP11A1 adalah gen yang mengkode enzim cytochrome P450scc. Enzim inimengkatalis pemecahan rantai samping kolesterol (Craig et al., 2011).Pemberian Hormone-receptor agonists dan antagonists sering digunakanuntuk mengembalikan fungsi hormon pada pasien yang mengalami kekuranganatau kelebihan hormon tertentu. Hormone-receptor agonists adalah molekul yangmengikat reseptor hormon dan menghasilkan efek biologis yang sama sepertihormon. Hormone receptor antagonists adalah molekul yang mengikat reseptorhormon dan menghambat efek biologis hormon tertentu (Molina and Ashman,2013).Reseptor hormon steroid adalah faktor transkripsi intraseluler yang dapatdiaktifkan antara lain oleh ikatan ligand dengan afinitas tinggi dan spesifik untukmemberikan pengaruh positif atau negatif pada ekspresi gen target. Ikatan ligandyang agonis dan antagonis menyebabkan perubahan alosterik pada reseptorhormon steroid, yang menyebabkannya mampu mendorong pengaruh positif dannegatif pada ekspresi gen target dengan mekanisme yang berbeda.Kemungkinan mekanismenya sebagai berikut: 1) sesudah disosiasichaperonesreseptor hormon steroid-kompleks dapat berikatan pada chromatinorganized DNA sequences di sekitar gen target, yang disebut hormone responseelements (HREs). Reseptor hormon-kompleks yang direkrut oleh HREs kemudianmampu memulai chromatin remodelling danmengaktifkan atau menekan sinyalterhadap target genes transcription machinery;2) melalui interaksi protein-protein dengan faktor sequence-specific transcription yang lain, reseptor hormon

26steroid dapat juga mengatur aktivitas banyak gen yang bekerja misalnya pada saatstress atau mengalami reaksi radang; 3) reaksi hormon steroid juga dapatberintegrasi di dalam intracellular signalling network melalui komunikasi pintasreseptor dengan transduksi sinyal yang memancarkan sinyal ekstraseluler melaluireseptor membran dan aktivasi protein kinase cascade ke faktor transkripsinukleus yang mengaktifkan berbagai gen target. Melalui semua mekanisme yangberbeda ini, reseptor hormon steroid memodulasi sejumlah reaksi yang spesifik didalam sel yang beragam, dan pengaruhnya tergantung pada faktor fisiologis,seluler, dan genetik (Strauss and Barbieri, 2014).2.4.1 Reseptor Hormon dan Transduksi SinyalHormon menghasilkan pengaruh biologisnya dengan cara terikat padareseptor hormon spesifik di dalam sel target. Jenis reseptor yang diikat sangatditentukan oleh struktur kimiawi hormon. Reseptor hormon diklasifikasiberdasarkan lokasi seluler, yaitu reseptor membran dan reseptor intraseluler.Peptid dan katekolamin tidak dapat menembus dua lapis lipid smembransel dan pada umumnya terikat pada reseptor membran sel dengan perkecualianhormon tiroid. Hormon tiroid ditransportasi ke dalam sel dan terikat pada reseptorinti. Hormon steroid bersifat larut dalam lipid, menembus membran plasma, danterikat pada reseptor intraseluler (Molina and Ashman, 2013).

272.4.2 Reseptor Membran SelReseptor ini terletak di dalam lapisan phospholipid membran sel pada seltarget (Gambar 2.3). Ikatan hormon, yaitu katekolamin, peptid dan proteinhormon terhadap reseptor membran sel dan pembentukan kompleks hormonreseptor, memulai signaling cascade pada intraseluler yang menyebabkanterjadinya reaksi biologis yang spesifik. Secara fungsional, reseptor membran seldibagi menjadi ligand-gated inon channel dan reseptor yang mengatur aktivitasprotein intraseluler.Gambar 2.3G protein–coupled receptors (Molina and Ashman, 2013)Hormon peptide dan protein terikat pada permukaan sel G protein–coupled receptors.Ikatan hormon pada reseptor menghasilkan perubahan yang memungkinkan reseptorberinteraksi dengan protein G. Keadaan ini menyebabkan perubahan guanosinediphosphate (GDP) ke guanosine triphosphate (GTP) dan aktivasi protein G. Sistemsecond-messenger yang diaktivasi tergantung pada reseptor spesifik, yaitu α-subunitprotein G yang berkaitan dengan reseptor dan glukagon ligan yang terikat. Contohhormon yang terikat pada G protein–coupled receptors ialah hormon tiroid, vasopressinarginin, paratiroid, epinefrin. ACTH adrenocorticotropic hormone; ADP adenosinediphosphate; cAMP cyclic 3′,5′-adenosine monophosphate; DAG diacylglycerol;FSH follicle-stimulating hormone; GHRH growth hormone-releasing hormone;GnRh gonadotropin-releasing hormone; IP 3 inositol trisphosphate; LH luteinizing

28hormone; PI 3 Kγ phosphatidyl-3-kinase; PIP 2 phosphatidylinositol bisphosphate;PKC protein kinase C; PLC-β phospholipase C; RhoGEFs Rho guanine-nucleotideexchange factors; SS somatostatin; TSH thyroid-stimulating hormone.2.4.3 Reseptor IntraselulerKategori reseptor ini termasuk superfamili reseptor steroid (Gambar 2.4).Reseptor ini adalah faktor transkripsi yang mempunyai tempat ikatan untukhormon (ligand) dan untuk DNA serta berfungsi sebagai ligand (hormone)–regulated transcription factors. Pembentukan kompleks hormon-reseptor danikatan ke DNA menyebabkan terjadinya aktivasi maupun represi transkripsi gen.Ikatan ke reseptor hormon intraseluler memerlukan hormon yang hidrofobik danmenembus membran plasma. Hormon steroid dan vitamin D derivat steroidmemenuhi persyaratan ini. Hormon tiroid harus ditransfer secara aktif ke dalamsel (Molina and Ashman, 2013).Distribusi reseptor hormon intraseluler yang tidak terikat dapat bersifatcytosolic atau nuclear. Pembentukan kompleks hormon-reseptor dengan reseptorcytosolic menghasilkan perubahan yang menyebabkan kompleks hormon-reseptormemasuki inti dan terikat pada specific DNA sequences untuk mengaturtranskripsi gen.Di dalam nukleus, reseptor mengatur transkripsi dengan terikat padaelemen hormon yang normal terletak pada region pengatur pada gen target. Padasemua kasus, ikatan hormon menuju ke nukleus pada kompleks hormon-reseptor.Reseptor intraseluler yang tidak terikat terletak pada nukleus, seperti pada kasus

29reseptor hormon tiroid. Ikatan hormon tiroid ke reseptornya mengaktifkantranskripsi gen (Molina and Ashman, 2013).Gambar 2.4Reseptor intraseluler (Molina and Ashman, 2013).Dua jenis reseptor intra seluler dapat diidentifikasi. Reseptor tiroid terikatpada DNA dan menekan transkripsi. Ikatan hormon tiroid ke reseptormenyebabkan transkripsi gen mengambil alih. Karena itu reseptor tiroid bertindaksebagai represor ketika hormon tidak ada, tetapi ikatan hormon mengubahnyamenjadi aktivator yang merangsang transkripsi gen. Reseptor steroid seperti yangdigunakan oleh estrogen, progesteron, kortisol, dan aldosteron, tidak dapat terikat

30pada DNA bila hormon tidak ada. Mengikuti ikatan hormon steroid kereseptornya, reseptor mengalami disosiasi dari receptor-associated chaperoneproteins. Kompleks hormon–reseptor (HR) mengalami translokasi ke nukleus dimana terikat ke elemen responsif spesifik pada DNA, dan memulai transkripsi gen(Molina dan Ashman, 2013).2.4.4 Reseptor EstrogenPengaruh estrogen dimediasi oleh single REα (reseptor estrogenα) dansecond receptor REβ (reseptor estrogenβ). Kedua reseptor ini merupakan produkgen yang berbeda. Kedua reseptor ini mempunyai peran yang berbeda dalamestrogen signaling. Gen yang mengkoding REα dan REβ diekspresikan berbeda didalam jaringan yang berbeda. Pada Tabel 2.2 di bawah ini dapat dilihat perbedaanitu (Chang et al., 2013).Walaupun REα dan REβ diperlukan untuk fungsi ovarium normal, tetapiphenotype keduanya berbeda dalam memengaruhi mencit. REα menyebabkanmencit menjadi tidak mengalami ovulasi dengan timbunan folikel kistik. RE βmenyebabkan ovulasi terganggu tetapi secara histologik ovarium tampak normal.Berdasarkan bukti yang ada tampaknya REα mengandung banyakkekuatan memediasi pengaruh estrogen pada jaringan lain, baik pada perempuanmaupun pria. Misalnya, hanya REα yang diperlukan bagi pengaruh estrogenterhadap pertumbuhan dan diferensiasi kelenjar payudara dan uterus. Pada pria,tekanan terhadap REα mengakibatkan infertilitas, sedangkan pria yang mengalamikekurangan REα mempunyai fungsi reproduksi yang normal.

31Tabel 2.2Gambaran ekspresi mRNA REα dan REβ di jaringan tertentu pada tikus(Chang et al., 2013).Gambaran ekspresi mRNA REα dan REβ di jaringan tertentu pada isHipofiseOvariumUreterKandung kemihParuHeparGinjalTimusAdrenalLobus olfaktoriusSerebellumBatang otakSpinal cordJantung 0 0000 00 0 0*Kadar ekspresi relative ditandai oleh tanda : 0, tidak terdeteksi; ,rendah; , sedang; , tinggi.Dikutip dari Kulper GGJm, Carlssson B, Grandien K, et al. Comparisonof ligand binding specificity and transcript tissue distribution of estrogenreceptor α and β.Estrogen meningkatkan signaling insulin-like growth factor 1 (IGF-1)dengan cara memengaruhi ekspresi IGF-1 dan menekan IGF binding proteins 3dan 5, yang mengakibatkan proliferasi sel epitel uterus. Estrogen jugamemengaruhi ekspresi glycoprotein mucin 1 (Muc-1), yang berperan dalam

32pengikatan blastosit dan menyediakan barier terhadap infeksi uterus (Busillo etal., 2014).Selain itu, estrogen merupakan faktor risiko untuk inisiasi danprogresivitas kanker payudara. Lebih jauh, antagonis reseptor estrogenmemperlambat atau menghentikan pertumbuhan kanker payudara denganmenghentikan ekspresi gen yang diatur oleh estrogen. Efek karsinogenik estrogendi dalam jaringan payudara, sebagian dimediasi oleh vascular endothelial growthfactor (VEGF) (Dent, 2009), karena pertumbuhan tumor tergantung padaangiogenesis dan suplai darah. Gen BRCA1 dapat langsung berinteraksi denganreseptor estrogen dan menghentikan induksi VEGF. Mutasi yang menginaktifkanBRCA1 dan menyebabkan risiko yang meningkat terhadap kanker payudara,mungkin disebabkan oleh hilangnya kemampuan untuk melawan daya kerjaestrogen.Mutasi somatik dan polimorfisme di dalam reseptor estrogen manusia jugaberkaitan dengan kondisi beberapa penyakit. Pada pria dewasa tanpa REα yangfungsional yaitu ketika mutasi menghasilkan premature stop codonterjadi densitasmineral tulang berkurang, meningkatnya turnover tulang, dan penutupan epifisetulang yang tidak sempurna. Kejadian ini menunjukkan estrogen dan REαmempunyai peran penting dalam pertumbuhan tulang dan homeostasis.Temuanini sesuai dengan penelitian pada mencit jantan dengan penekanan pada REα,yang mengakibatkan densitas mineral tulangnya berkurang. Polimorfisme genetikdi dalam reseptor estrogen berkaitan dengan meningkatnya risiko osteoporosispada manusia, tetapi mekanisme dasarnya belum jelas (Gennari et al., 2007).

332.4.5 Reseptor ProgesteronSeperti estrogen, progestin juga mempunyai pengaruh yang luas, meliputikehamilan, pengaturan perkembangan kelenjar payudara, mengontrol ovulasi, danperilaku reproduktif perempuan. Reseptor Progesteron (RP) mempunyai 2isoform, yaitu “RPA” dan “RPB,” yang berasal dari gen yang sama. RPA dan RPBidentik, kecuali adanya tambahan asam amino 164 pada ujung terminal aminoRPB yang disebabkan oleh alternative translation initiation site. Mencit betinadengan disrupsi target gen RP (kedua isoform A dan B bersifat tidak aktif) tidakresponsif terhadap progesteron. Keadaan ini menunjukkan bahwa efek peliotropikprogestin dimediasi oleh RP (Busillo et al., 2014).Sebaliknya mencit jantan yang kekurangan RP fungsional tampak normaldan mampu bereproduksi seperti normal. Analisis aktivitas RP A dan RPB denganmenggunakan transient transfection assays menunjukkan bahwa kedua isoformmempunyai aktivitas tranksripsional yang jelas di dalam promotor yang sama danmasing-masing mampu mengenali promotornya.Jika RPB adalah aktivator transkripsional pada sebagian besar jenis sel dankonteks promotor, RPA muncul untuk memiliki promotor dan pengaruh spesifiksel terhadap sel target yang mengandung progestin, dan juga menghambat dayakerja RPB dalam konteks di mana RPA sendiri inaktif. Mencit dengan delesitarget, baik RPA maupun RPB, telah membawa ke dalam karakterisasi awal dari

34peran khusus setiap RP isoform di dalam jaringan yang berbeda secara in vivo(Scarpin et al., 2009).RPA dibutuhkan bagi perkembangan uterus dan reproduksi, sedangkanRPB dibutuhkan untuk perkembangan normal kelenjar payudara. Tetapi mencittransgenik yang membawa extracopy RP A mempunyai perkembangan morfologipayudara tidak normal. Hasil ini menunjukkan bahwa over ekspresi PRA ataumeningkatnya rasio PRA:PRB, dapat mengakibatkan akibat fisiologik yangpenting.Meskipun rasio RPA:RPB berubah selama perkembangan dan sebagaifungsi stadium reproduksi pada jaringan yang berbeda, masih tetap rogesteronesignaling.Isoform RP potensial ketiga, PRC, juga telah diklon dan muncul dariinisiasi translasi pada down-stream methionin. Meskipun RPC kekurangan firstzinc finger pada DNA-binding domain, tetapi hal ini memodulasi aktivitastranskripsional PRA dan RPB pada gene reporter (Scarpin et al., 2009).2.4.6 Reseptor AndrogenReseptor Androgen, juga dikenal sebagai NR3C4 (nuclear receptorsubfamily 3, group C, member 4), adalah suatu jenis reseptor inti yang diaktifkanoleh testosteron atau dihidrotestosteron di dalam sitoplasma dan ditranslokasi kedalam inti (Lu et al., 2006).Hanya ada satu isoform RA yang dikenal.Testosteron yang dihasilkan olehsel Leydig testis embrio mengarahkan perkembangan genitalia eksternal lak-

35laki, vas deferens, dan struktur yang terkait berasal dari duktus Wolffian. Banyakdata menunjukkan pada awal surge testosteron mengarahkan perkembanganneural dan perilaku ke arah tipikal laki-laki, yang diekspresikan dalamperkembangan kehidupan kemudian.Pada Gambar 2.5 terlihat bagaimana testosteron bekerja pada jaringantarget melalui RA. Testosteron mengalami aromatase menjadi estrogen, danmengalami reduksi menjadi DHT. Estrogen bekerja pada jaringan target melaluiRE dan

Semua androgen, baik di dalam testis maupun kelenjar adrenal, dapat dibentuk dari kolesterol atau langsung dari asetil koensim A (Guyton and Hall, 2011; Molina and Ashman, 2013). 2.2.1 Sintesis, Sekresi, dan Regula