
Transcription
FAKTOR DETERMINAN TERJADINYA VAGINOSIS BAKTERIALPADA WANITA USIA SUBURDI KOTA MAKASSARDETERMINANT FACTOR OF BACTERIAL VAGINOSISAMONG WOMAN FERTILE - AGE IN MAKASSAR SOUTH SULAWESIErnawati1, Arifin Seweng2, Hasanuddin Ishak31Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKES Nani Hasanuddin Makassar,Konsentrasi Kesprok, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,3Konsentrasi Kesling, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin2Alamat Korespondensi :ErnawatiJl. Karaeng Bontotangnga 2 No. 1Kel. Karunrung, Kec. Rappocini, Kota MakassarHP : 085299947711Email : green [email protected]
ABSTRAKVaginosis bakteri merupakan salah satu dari penyebab yang paling sering keluhan ginekologis disebabkan olehketidakseimbangan flora normal dari vagina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan(pengetahuan, penggunaan antiseptik, penggunaan IUD, kebiasaan mencuci tangan, dan penggunaan celanadalam) kejadian vaginosis bakterial pada wanita usia subur di Kota Makassar. Jenis penelitian ini observationalanalitik dengan rancangan case control study. Populasi penelitian mencakup semua wanita yang melakukanpemeriksaan pap smear di bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.Sampel terdiri dari kelompok kasus sebanyak 51 wanita yang menderita vaginosis bakterial dan kelompokkontrol sebanyak 51 wanita yang tidak menderita vaginosis bakterial. Data diolah secara univariat dengandistribusi frekuensi, bivariat dengan Chi-square, Ratio Odds, dengan CI 95%, dan multivariat dengan Uji RegresiLogistik Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan IUD OR 60,9 (7,80 – 475,14), kebiasaanmengganti celana dalam OR 8,3 (3,14 – 21,88), dan pengetahuan OR 3,6 (1,51 – 8,82) berperan sebagai faktorrisiko terjadinya vaginosis bakterial, sedangkan penggunaan antiseptik OR 1,9 (0,86 – 4,22) dan kebiasaanmencuci tangan OR 0,9 (0,39 – 1,87) tidak berperan sebagai faktor risiko. Variabel yang paling berperan sebagaifaktor risiko terjadinya vaginosis bakterial adalah penggunaan IUD. Sehingga pemasangan IUD harus melaluiprosedur yang tepat dan pemeriksaan secara berkala terhadap pengguna IUD penting dilakukan untuk diagnosisdini vaginosis bakterialKata Kunci : vaginosis bakterial, penggunaan IUD, faktor risiko, antiseptik, pengetahuan, penggunaan celanadalam, mencuci tanganABSTRACTBacterial vaginosis is one of the most common complaints of gynecologic disorders caused by an imbalance ofnormal flora of vagina. This study aims to identify determinant factor (knowledge, using antiseptic, intrauterinedevice use, frequent of hand washing, dan frequent of changing underwear) of bacterial vaginosis among womanfertile-age in Makassar. The study is observational analytic study with case control study. Population includingall woman fertile-age having pap-smear in 2012 at Obstetric and Gynecologic outpatient Labuang Baji LocalGovernment Hospital Makassar. Sample divided into two groups, cases and control. Cases consist of 51 womanfertile-age with bacterial vaginosis and control are healthy woman with no vaginal complaints. The data wasanalysed by univariat and presented with frequency distribution tabel, bivariat analysis using Chi-square test,Ratio Odds, with CI 95%, and multivariat analysis with multiple logistic regression model. The result shows thatintrauterine device (IUD) use OR 60,9 (7,80-475,14), frequent of changing underwear OR 8,3 (3,14 – 21,88) andknowledge OR 3,6 (1,51 – 8,82) as significant factors associated with bacterial vaginosis whele frequent of handwashing OR 0,9 (0,39 – 1,87) and using antiseptic OR 1,9 (0,86 – 4,22) not contribute as determinant factors.The most significant factors associated with bacterial vaginosis is IUD use. So that, the procedure of IUDinsertion should be with right procedure and follow up in regular time important for early diagnosis of bacterialvaginosis.Keywords : bacterial vaginosis, IUD use, risk factors, antiseptic, knowledge, frequent of changing underwear,and hand washing.
PENDAHULUANVaginosis bakteri merupakan salah satu dari penyebab yang paling sering keluhanginekologis. Vaginosis bakteri disebabkan oleh ketidakseimbangan flora normal dari vagina,memungkinkan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Lactobacillus sp, floranormal vagina, digantikan oleh bakteri fakultatif anaerob antara lain didominasi olehMobiluncus species, Bacteroides species, khususnya Gardnerella vaginalis. Pengeluaranrabas vagina pada kehamilan dapat merupakan tanda servisitis atau vaginitis dan dapatdisebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau vaginosis bakteri (Wheeler L, 2004). Uji tapisdan pengobatan vaginosis bakteri sangat penting dilakukan karena penyakit ini terkait denganpeningkatan risiko persalinan prematur, ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dankorioamnionitis histologik (Graber M.A et al, 2006). Prevalensi dari Vaginosis bakteri dandistribusi bentuk tipenya bervariasi diantara populasi dunia. Beberapa penelitian melaporkanbahwa prevalensi vaginosis bakteri tinggi diantara populasi penduduk Afrika, Afro-Amerikadan Afro-karibia. Penelitian pada wanita Asia di India dan Indonesia melaporkan bahwaprevalensi vaginosis bakteri sekitar 32% (Ocviyanti D, et al. 2010).Pada tahun 2005 di Jakarta prevalensi infeksi saluran reproduksi yang terjadi yaitucandidiasis 6,7%, tricomoniasis 5,4% dan bacterial vaginosis 5,1%. Menurut data tahun 2007di Indonesia prevalensi infeksi saluran reproduksi sebagai berikut bacterial vaginosis 53%serta vaginal kandidiasis 3%. Tahun 2008 prevalensi infeksi saluran reproduksi pada remajaputri dan wanita dewasa yang disebabkan oleh bakterial vaginosis sebesar 46%, candidaalbicans 29%, dan tricomoniasis 12%. Infeksi bakteri sekalipun hanya vagina “vaginosisbakterial” harus disembuhkan karena akan dapat menimbulkan infeksi langsung pada bayi daninfeksi setelah persalinan (Manuaba I.B.G, 2007). Strategi pencegahan dibutuhkan untukmengurangi insiden vaginosis bakteri. Identifikasi faktor risiko merupakan upayakewaspadaan penting.Seseorang memiliki peluang lebih besar menderita vaginosis bakteri bila melakukanirigasi vagina, atau seringkali membersihkan vagina dengan sabun atau produk lain(Department of Health New York State, 2006). Hasil penelitian Alice et al (2012)mengemukakan bahwa terdapat peningkatan 9,3% wanita dari BV negatif menjadi positifsetelah satu bulan pemasangan IUD. Kebersihan tangan adalah hal yang sangat penting untukmencegah penyebaran infeksi. Mencuci tangan merupakan salah satu praktik hygiene yangpenting untuk mencegah terjadinya infeksi termasuk pada organ genitalia (vagina). Jamur danbakteri banyak tumbuh dalam kondisi tidak bersih dan lembab. Organ reproduksi merupakandaerah tertutup dan berlipat, sehingga lebih mudah untuk berkeringat, lembab dan kotor.
Perilaku buruk dalam menjaga kebersihan genitalia, seperti mencucinya dengan air kotor,memakai pembilas secara berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat,jarang mengganti celana dalam, tak sering mengganti pembalut dapat menjadi pencetustimbulnya infeksi yang menyebabkan keputihan tersebut.Penelitian terhadap faktor risiko yang berhubungan dengan vaginosis bakteri telahdilakukan di beberapa negara. Populasi penelitian sangat sedikit dan selektif sehingga tidakmenggambarkan populasi secara umum. Di Indonesia khususnya di Kota Makassar, belumada data yang menggambarkan penelitian tentang faktor risiko vaginosis bakteri (Ocviyanti D,et al. 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko (pengetahuan,penggunaan antiseptik, penggunaan IUD, kebiasaan mencuci tangan, dan penggunaan celanadalam), sebagai faktor risiko terjadinya vaginosos bakterial pada wanita usia subur di KotaMakassar.METODE PENELITIANWaktu dan lokasi PenelitianPenelitian dilaksanakan mulai tanggal 18 Maret 2013 sampai dengan 27 April 2013 diPoliklinik Kebidanan RSUD Labuang Baji Makassar yang beralamat di Jl. Dr. Ratulangi No.81 Kota Makassar. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit Tipe B milik Pemerintah ProvinsiSulawesi Selatan.Populasi dan SampelPopulasi adalah semua wanita yang datang melakukan pemeriksaan pap smear dibagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar Januari –Desember 2012. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kasus yaitu pasangan usia subur yangdidiagnosis menderita vaginosis bakteri sebanyak 51 orang dan kontrol yaitu pasangan usiasubur yang tidak menderita vaginosis bakteri sebanyak 51 orang.Cara Pengambilan SampelCara pengambilan sampel kasus adalah dengan menggunakan teknik Non probabilitysampling jenis Purposive sampling. Kelompok kasus diambil dari kunjungan Papsmear tahun2012 (Januari – Desember) yang didiagnosis menderita vaginosis bakterial. Kasus yangmemenuhi kriteria inklusi sampel yakni didiagnosis menderita vaginosis bakterial, tercatatdalam rekam medis, dan memiliki alamat lengkap dikunjungi untuk mendapatkan persetujuandan mengisi kuisioner yang telah dibuat. Untuk sampel kontrol dipilih secara acak sederhanadari ibu yang sehat dan tidak menderita vaginosis bakterial dengan kriteria yang sama dengankasus dan berdomisili di wilayah kota Makassar.
Instrumen PenelitianPengumpula data primer dilakukan dengan menggunakan Kuisioner yang terdiri dari48 pertanyaan. Empat pertanyaan tentang karakteristik pasien, lima pertanyaan tentangmenstruasi, 13 pertanyaan tentang pengetahuan, tujuh pertanyaan tentang penggunaanantiseptik, sembilan pertanyaan tentang penggunaan IUD, empat pertanyaan tentangkebiasaan mencuci tangan, dan enam pertanyaan tentang penggunaan celana dalam. Kuisionerdibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan kebutuhan penelitian dan pendoman penyusunaninstrumen penelitian.Metode pengumpulan dan Pengolahan DataDalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan menggunakan kuisioner danwawancara untuk melakukan validasi terhadap isi kuisioner yang ada. Data sekunderdidapatkan dari Rekam Medik RSUD Labuang Baji Makassar. Data dikumpulkan melaluikunjungan rumah. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan tahapan 1) Editing, 2)Coding, 3) Cleaning data, 4) Analisa data, 5) Penyajian data.Analisis DataAnalisis data dilakukan secara bertahap, yaitu dengan analisis univariat, analisisbivariat, dan analisis multivariat dengan menggunakan SPSS versi 11.5 for windows. Analisibivariat menggunakan uji Chi Square untuk hipotesis satu sisi dan mengetahui besar risiko(Odds Ratio) paparan terhadap kasus pada tingkat kepercayaan 95% (Martono N, 2012).Analisis multivariat menggunakan analisis regresi berganda logistik. Variabel yang akandianalisis multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p 0,25 dalam analisis bivariat.HASIL PENELITIANDari penelitian yang dilakukan terhadap 102 responden yang terbagi dalam duakelompok kejadian masing-masing 51 penderita (50,0%) (kelompok kasus) dan 51 WanitaUsia Subur yang sehat (50,0%) (kelompok kontrol). Distribusi umur bervariasi dalam tigakelas interval. Subjek penelitian paling banyak berada dalam kelompok umur 27 - 34 tahunsebanyak 48 responden (47,1%) dan paling sedikit pada kelompok umur35 - 42 tahunsebanyak 26 orang (25,5%). Bila dilihat dari tingkat pendidikan responden, terlihat bahwaresponden terbanyak memiliki tingkat pendidikan SMA yakni 43 responden (42,2%) dankelompok terkecil responden memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 3 orang (2,9%).Sedangkan bila dilihat dari status perkawinan, sebagian besar responden berstatus menikahyaitu 100 responden (98,0%), sedangkan yang berstatus janda hanya 2 orang (2,0%).
Dari 102 responden yang mendapatkan kuisioner yang mengkaji pengetahuan tentangvaginosis bakterial, dominan memiliki pengetahuan tinggi yakni 68 responden (66,7%) danyang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 34 responden (33,3%). Responden yangmenggunakan antiseptik secara rutin yakni 58 responden (56,9%) dan yang menggunakandengan tidak rutin ataupun tidak menggunakan sama sekali sebanyak 44 responden (43,1%).Responden tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD yakni 73 responden (71,6%) dan yangmenggunakan alat kontrasepsi IUD sebanyak 29 responden (28,4%). Dominan respondentidak mencuci tangan dengan rutin yakni 60 responden (58,8%) dan yang mencuci tangandengan rutin sebanyak 42 responden (41,2%). Responden yang tidak mengganti celana dalamsecara rutin (kurang dari 3x sehari) yakni 66 responden (64,7%) dan yang mengganti celanadalam secara rutin sebanyak 36 responden (35,3%).Analisis Faktor Risiko terhadap kejadian vaginosis bakterialTabel 1 memperlihatkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderitavaginosis bakterial), 24 responden (47,1%) memiliki kadar pengetahuan yang rendah tentangvaginosis bakterial dan 27 responden (52,9%) memiliki kadar pengetahuan yang tinggi.Sedangkan pada kelompok kontrol (WUS yang sehat), 10 responden (19,6%) memiliki kadarpengetahuan yang rendah sedangkan 41 respoden (80,4%) memiliki kadar pengetahuan yangtinggi. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,003(p 0,05) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengankejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratio diperoleh nilai 3,6 yang menunjukkan bahwamereka yang berpengetahuan rendah memiliki peluang 3,6 kali menderita vaginosisdibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi. Nilai CI Interval diperoleh 1,51 – 8,82menunjukkan bahwa pengetahuan berperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial.Dari Tabel 2 terlihat bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderitavaginosis bakterial), 33 responden (64,7%) rutin menggunakan antiseptik dalammembersihkan genitalia baik setelah BAK, BAK, dan berhubungan seksual denganmenggunakan sabun dengan lama pembersihan lebih dari 30 detik dan 18 responden (35,3%)tidak rutin menggunakan antiseptik. Sedangkan pada kelompok kontrol (WUS yang sehat), 25responden (49,0%) rutin menggunakan antiseptik sedangkan 26 respoden (51,0%) tidak rutinmenggunakan antiseptik. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Squarediperoleh nilai p 0,110 (p 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yangbermakna antara penggunaan antiseptik dengan kejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratiodiperoleh nilai 1,9 yang menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan antiseptik secara
rutin memiliki peluang 1,9 kali menderita vaginosis dibandingkan dengan yang tidak rutinmenggunakan antiseptik. Nilai CI Interval diperoleh 0,86 - 4,22 menunjukkan bahwapenggunaan antiseptik bersifat netral dan tidak berperan sebagai faktor risiko kejadianvaginosis bakterial.Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderitavaginosis bakterial), 28 responden (54,9%) menggunakan alat kontrasepsi IUD paling tidakdalam satu tahun terakhir dan 23 responden (45,1%) tidak rutin menggunakan antiseptik.Sedangkan pada kelompok kontrol (WUS yang sehat), 1 responden (2,0%) menggunakan alatkontrasepsi IUD sedangkan 50 respoden (98,0%) tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD.Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,000 (p 0,05) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan IUD dengankejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratio diperoleh nilai 60,9 yang menunjukkan bahwamereka yang menggunakan IUD memiliki peluang 60,9 kali menderita vaginosisdibandingkan dengan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD. Nilai CI Intervaldiperoleh 7,80 - 475,14 menunjukkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi IUD merupakanfaktor risiko kejadian vaginosis bakterial.Tabel 4 memperlihatkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderitavaginosis bakterial), 29 responden (56,9%) tidak rutin mencuci tangan sebelum dan setelahmenyentuh area genitalia dan 22 responden (43,1%) rutin mencuci tangan denganmenggunakan sabun dengan lama lebih dari 30 detik. Sedangkan pada kelompok kontrol(WUS yang sehat), 31 responden (60,8%) tidak rutin mencuci tangan sedangkan 20 respoden(39,2%) rutin mencuci tangan. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Squarediperoleh nilai p 0,687 (p 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yangbermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian vaginosis bakterial. Hasil Oddsratio diperoleh nilai 0,9 yang menunjukkan bahwa mereka yang tidak rutin mencuci tanganmemiliki peluang 0,9 kali menderita vaginosis dibandingkan dengan yang mencuci tangansecara rutin. Nilai CI Interval diperoleh 0,39 – 1,87 menunjukkan bahwa kebiasaan mencucitangan bersifat netral dan tidak menjadi faktor risiko kejadian vaginosis bakterial.Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderitavaginosis bakterial), 44 responden (86,3%) tidak rutin mengganti celana dalam minimal 3 kalisehari atau lebih dan 7 responden (13,7%) rutin mengganti celana dalam. Sedangkan padakelompok kontrol (WUS yang sehat), 22 responden (43,1%) tidak rutin mengganti celanadalam sedangkan 29 responden (56,9%) rutin mengganti celana dalam. Hasil analisis statistikdengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,000 (p 0,05) yang
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengganti celana dalam dengankejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratio diperoleh nilai 8,3 yang menunjukkan bahwamereka yang tidak rutin mengganti celana dalam memiliki peluang 8,3 kali menderitavaginosis dibandingkan dengan yang mengganti celana dalam secara rutin. Nilai CI Intervaldiperoleh 3,14 – 21,88 menunjukkan bahwa kebiasaan mengganti celana berperan sebagaifaktor risiko kejadian vaginosis bakterial.Analisis Regressi logistik bergandaDari empat variabel yang memenuhi syarat untuk uji multivariat, variabel dengan nilaiOdds ratio yang terbesar (139,4) adalah Penggunaan IUD dengan p 0,000 dan merupakanvariabel yang memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap kejadian vaginosis bakterial.Variabel kedua yang berpengaruh adalah penggunaan antiseptik dengan nilai Odds ratioterbesar kedua (14.4) dan nilai p 0,001. Variabel ketiga yang berpengaruh adalah kebiasaanmengganti celana dalam dengan nilai Odds ratio 6,0 dengan nilai p 0,005. Sedangkan satuvariabel lainnya memiliki pengaruh yang paling lemah yakni pengetahuan dengan nilai Oddsratio 1,7 dengan nilai p 0,418.PEMBAHASANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan secara statistik memilikihubungan yang bermakna terhadap kejadian vaginosis bakterial (p 0,003) yang nilainyalebih rendah dari nilai 0,05. Dari hasil Odds ratio diperoleh nilai 3,6 yang menunjukkanpeluang terjadinya vaginosis bakterial pada Wanita Usia Subur dengan kadar pengetahuanyang rendah sebesar 3,6 kali dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi. Pengetahuanberperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial (CI 1,51 – 8,82).Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Mardyana N. B. (2009),Utami N. T (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antarapengetahuan dengan kejadian BV. Namun sejalan dengan hasil penelitian Irwansyah (2012)yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi vaginitisdiantaranya adalah pengetahuan tentang infeksi vagina atau vaginitis.Menurut teori Green et al. (1999), kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhioleh dua faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku (non-perilaku).Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor meliputi: perilakuseseorang berhubungan faktor predisposisi, faktor pemungkinan dan faktor penguat. Faktorpredisposisi (predisposing factor). Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap,
keyakinan, nilai dan persepsi, berkenaan dengan motivasi seorang atau kelompok untukbertindak.Penggunaan antiseptik secara signifikan tidak memiliki hubungan terhadap kejadianvaginosis bakterial. Hal ini berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi square (p 0,110 0,05). Meskipun demikian dari hasil Odds ratio diketahui bahwa penggunaanantiseptik berpeluang mengakibatkan kejadian vaginosis bakterial sebesar 1,9 kali lebih besardibandingkan dengan tidak menggunakan antiseptik.Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem inidipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu estrogen dan laktobasilus (bakteri baik). Jikakeseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri phatogen akantumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi. Penggunaan antiseptik yang terlalusering dapat berakibat pada gangguan keseimbangan ekosistem pada vagina.Hal ini sejalan dengan pendapat Michael Charter et al (2012) yang menyatakan bahwamencuci vagina merupakan salah satu penyebab dari vaginosis bakterial. Mencuci vaginadengan menggunakan sabun dan deodoran dapat mengganggu keseimbangan bakteri. Hasilpenelitian Nicola L (2011) menyimpulkan bahwa beberapa tindakan pembersihan vaginameningkatkan risiko perkembangan flora intermediate vagina dan vaginosis bakterial padawanita yang sebelumnya memiliki flora vagina yang normal.Penggunaan antiseptik dalam membersihkan vagina dilakukan oleh responden padaketiga kondisi yakni setelah BAB, BAK, dan berhubungan seksual. Penggunaan antiseptikdilakukan dengan rutin dalam membersihkan vagina. Jenis antiseptik yang paling seringdigunakan oleh responden adalah sabun sirih dan berbagai jenis sabun mandi. Sebenarnyavagina memiliki kemampuan untuk mempertahankan ekosistem/flora-nya cukup denganmembersihkan vagina dengan menggunakan air bersih.Namun demikian, penelitian lebih lanjut terkait dengan penggunaan antiseptik iniperlu dilakukan untuk melihat berbagai zat yang berhubungan langsung dengan rusaknya floranormal khususnya lactobacillus dan mengetahui intentitas penggunaan antiseptik yangberisiko merusak flora normal pada vagina.Dari hasil penelitian diperoleh hubungan yang bermakna secara signifikan antarapenggunaan IUD dengan kejadian vaginosis bakterial dengan hasil uji statistik Chi-squarediperoleh nilai p 0,000. Hasil Odds Ratio menunjukkan bahwa mereka yang memasang IUDmemiliki peluang 60,9 kali mengalami vaginosis bakterial dibandingkan dengan yang tidakmemasang IUD. Nilai CI Interval 7,80-475,14 menunjukkan bahwa penggunaan IUD
merupakan faktor risiko yang berperan terhadap kejadian vaginosis bakterial pada wanita usiasubur.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Alice et al (2012) yangmengemukakan bahwa terdapat peningkatan 9,3% wanita dari BV negatif menjadi positifsetelah satu bulan pemasangan IUD. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yangsearah dengan yang dilakukan oleh Samar Ghazal et al (2004) yang menemukan bahwavaginitis dan infeksi saluran reproduksi merupakan masalah yang umum pada wanita diPalestina dengan hubungan yang paling tinggi berkaitan dengan penggunaan IUD. Vaginosisbakterial merupakan kondisi awal perubahan pH vagina yang menjadi faktor predisposisiterjadinya vaginitis dan infeksi saluran reproduksi lainnya.Efek samping pemasangan IUD akibat adanya manipulasi secara langsung terhadapsaluran maupun organ reproduksi mulai dari vagina, endometrium, dan uterus dan jugaterdapatnya benda asing di dalam uterus akan menyebabkan reaksi inflamasi dan mengganggufisiologi organ reproduksi. Ketidakseimbangan hormon yang terjadi dengan pemasangan alat,serta teknik, cara, dan lama pemasangan sangat beresiko menggangu flora normal vagina.Selain itu tindakan medis pemasangan IUD seringkali didahului dengan tindakan desinfeksipada vagina yang dapat membunuh sebagian besar laktobasillus yang ada pada area yangterpapar desinfektan.Dengan demikian, peneliti berpendapat bahwa penggunaan IUD sebagai salah satuprogram pemerintah untuk membantu PUS untuk mengatur jarak kehamilan perlu disertaidengan pemeriksaan rutin untuk mengidentifikasi kejadian vaginosis sehingga mencegahterjadinya vaginitis atau berbagai infeksi saluran reproduksi yang lain yang dapatmengakibatkan gangguan pada organ reproduksi. Penggunaan IUD merupakan variabel yangpaling kuat pengaruhnya terhadap terjadinya vaginosis bakterial pada wanita usia subur.Tanganmerupakan perantaralangsungdarimikroorganismeyang dapatmenimbulkan infeksi khususnya pada saluran reproduksi. Hasil penelitian yang dilakukanterhadap kebiasaan mencuci tangan terhadap kejadian vaginosis bakterial menemukan bahwatidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan terhadap kejadianvaginosis bakterial (p 0,687 0,05). Hasil Odds ratio menunjukkan bahwa merekayang tidak rutin mencuci tangan memiliki peluang 0,9 kali menderita vaginosis bakterialdibandingkan dengan yang rutin mencuci tangan. Nilai CI interval 0,39 – 1,87 menunjukkanbahwa mencuci tangan bersifat netral dan tidak berperan sebagai faktor risiko terjadinyavaginosis bakterial. Praktek kebersihan tangan harus dilakukan setelah dari kamar mandi,setelah membersihkan hidung, batuk, atau bersin (CDC, 2008).
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cuevas, Aura et al((2010) yang menemukan bahwa mencuci tangan sebelum dan setelah defekasi dan mencucitangan dengan teknik yang tepat (dari arah vulva ke anus) tidak berperan sebagai faktor risikoterjadinya vaginosis bakterial pada wanita.Dari hasil penelitian tentang risiko kebiasaan mengganti celana dalam terhadapkejadian vaginosis bakterial, peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaanmengganti celana dalam secara rutin dengan kejadian vaginosis bakterial dengan hasil ujistatistik Chi-square diperoleh nilai p 0,000 0,05. Hasil Odds ratio menunjukkan nilai8,3 dan CI interval 3,14 – 21,88 yang menyatakan bahwa kebiasaan mengganti celana dalamberperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial pada wanita usia subur.Penelitian ini spesifik pada frekuensi mengganti celana dalam minimal 3 kali sehariatau lebih dihubungkan dengan kejadian vaginosis bakterial. Penelitian sebelumnyamenemukan keterkaitan antara celana dalam yang ketat, jenis kain (nilon dengan katunPrevalence Ratio (PR) 1.05, 95% CI:0.97–1.13) (Mark A K, 2010), penggunaan celana dalampada malam hari (P. Korenek, 2003) serta penggunaan antiseptik kuat dalam mencuci celanadalam memiliki keterkaitan dengan kejadian vaginosis bakterial.KESIMPULAN DAN SARANDari hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan pada akhirnya ditarikkesimpulan bahwa pengetahuan (p 0,003, OR (95% CI) 3,6 (1,51 – 8,82)); penggunaanIUD (p 0,000, OR (95% CI) 60,9 (7,80 – 475,14)), dan kebiasaan mengganti celana dalam(p 0,000, OR (95% CI) 8,3 (3,14 – 21,88)) berperan sebagai faktor risiko kejadianvaginosis bakterial. Sedangkan penggunaan antiseptik (p 0,110, OR 95% CI) 60,9 (7,80 –475,14)) dan kebiasaan mencuci tangan (p 0,687 OR (95% CI) 0,9 (0,39 – 1,87) tidakberperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial. Hasil analisis multivariat denganmodel regresi logistik bergana menunjukkan bahwa penggunaan IUD merupakan variabeldengan kontribusi yang terbesar terhadap kejadian vaginosis bakterial (p 0,000, OR (95%CI) 139,4 (11,79 – 1646,84)).Pengetahuan tentang vaginosis bakterial harus disebarluaskan kepada kalangan wanita.Wanita Usia Subur yang menggunakan IUD disarankan untuk melakukan pemeriksaan secararutin sehingga dapat mencegah terjadinya vaginosis bakterial. Wanita usia subur disarankanmengganti celana dalam minimal 3 kali sehari, menggunakan celana dalam dari kain katunyang tidak ketat, melepas celana dalam sebelum tidur, serta tidak mencuci celana dalamdengan antiseptik kuat
DAFTAR PUSTAKAAlice, et al. (2012). Screening for Bacterial Vaginosis at the Time of IntrauterineContraceptive Device Insertion: Is There a Role? http://www.jogc.com/abstracts/full/201202 Gynaecology 1.pdf. Diakses tanggal 2 Pebruari 2013.CDC. (2008). Hand Hygiene Saves Lifes. http://www.cdc.gov/ handhygiene/PDF/CDC HandHygiene Brochure.pdf. diakses tanggal 18 Januari 2013.Cuevas A et al. (2010). Revista Colombiana de Obstetricia y hp?script sciabstract&pid S003474342010000300003&lng pt&nrm . Diakses tanggal 3 Juni 2013.Department of Health New York State. (2006). Bacterial Vaginosis. www.health. ny.gov/diseases/communicable/std/bacterial vaginosis.htm. Diakses tanggal 6 Pebruari 2013.Ocviyanti D. (2008). Keputihan pada Wanita Hamil. Last update, September 2008,http://www.medicastro.com diakses tanggal 20 Desember 2012.Graber M.A et al. (2006). Buku Saku Dokter Keluarga. EGC. Jakarta.Green L. W. (1999). The Preceede Proceed Model of Health Problem Planning & Evaluation.http://www.lgreen.net/precede.htm. Diakses tanggal 5 Juni 2013.Irwansyah. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Vaginitis di Poli KandunganBLUD Rumah Sakit Umum Provinsi Sultra Tahun 2012. faktor-yang-mempengaruhi.html. diakses tanggal20 Desember 2012.Manuaba, I. B. G. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta.Mardyana N. B. (2009). Hubungan Tingkat Pengetahuan, Higiene Perorangan danPenggunaan Kondom dengan Kejadian Bacterial Vaginosis pada Pekerja SeksKomersial di Resosialisasi Argorejo Kelurahan Kalibanteng Kulon Kota SemarangTahun 2009. http://lib.unnes.ac.id/2513/. Diakses tanggal 20 Desember 2012.Mark A. K. (2010). Personal Hygienic Behaviors and Bacterial /PMC2811217/. Diakses tanggal 5 Juni2013.Martono N. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif; Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder.Rajawati Pers. 2012.Michael Charter et al. (2012). Bacterial Vaginosis. http://www.aidsmap.com/ Bacterial- danGreta Hugson vaginosis/ page/ 1044636. Diakses tanggal 5 Juni 2013.Nicola L. 2011. Intravaginal Practices, Bacterial Vaginosis, and HIV Infection in Women:Individual Participant Data Meta-analysis. Diakses tanggal 4 Juni 2013.P. Korenek. (2003). Differentiation Of The Vaginoses-Bacterial Vaginosis, Lactobacillosis,And Cytolytic. http://archive.ispub.com/journal/the-internet- journal-of- advancednursing- practice/volume-6-number-1/ differentiation is-and- cytolytic- vaginosis.html#sthash. ANL0IVuM. dpuf.Diakses tanggal 3 Juni 2013.Samar Ghazal et al. (2004). Effect of IUD (Intra
Analisis Faktor Risiko terhadap kejadian vaginosis bakterial Tabel 1 memperlihatkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderita vaginosis bakterial), 24 responden (47,1%) memiliki kadar pengetahuan yang rendah tentang vaginosis bakterial dan 27 responden (52,9%) memiliki kadar pengetahuan yang tinggi.